Friday, November 18, 2011

Mitos - Bandar Atlantis #Part 1


BANDAR ATLANTIS.

BAGI sebahagian besar orang, Atlantis adalah sebuah benua yang hilang, rumah pertama peradaban, tanah terang dan keemasan yang diterbangkan oleh serangkaian puncak kekuatan ledakan. Ia kemudian terbaring lelap di dasar samudera, dengan pucuk-pucuk pegunungannya menjulang dari alas laut. Bagi sebahagian orang lagi, Atlantis lebih dipandang sebagai legenda daripada fakta.

Legenda itu ''dibangun'' oleh Plato, ahli falsafah Yunani, sebagai latar belakang dua dialognya yang terkenal. Bangunan itulah yang kemudian dikembangkan para romantikus besar melalui perjalanan abad. Tapi, ada juga yang menganggap Atlantis sebagai tunggak yang nyata dari awal peradaban. Ia didokumentasikan di lokasi yang berbeza-zeda, namun tetap di sekitar Samudra Atlantik.

Namun, di dalam hampir semua ensiklopedia, Atlantis tak lebih dari sebuah dongeng. Ia tak pernah dirujukkan ke dalam catatan sejarah mana pun. Tapi, ''Betapapun, para geologi dan oseanografer seolah bersetuju bahwa 'sesuatu' yang menyerupai benua pernah hadir di sekitar Atlantik,'' tulis Charles Berlitz di dalam bukunya, The Mystery of Atlantis, yang diterbitkan pada 1976.

Misalkan pun Atlantis hanya dongeng, ia adalah dongeng yang hidup sampai masa kini. Lebih dari 5.000 buku telah ditulis tentang benua yang raib ini. ''Atlantis, sepertinya, tetap merupakan bahagian dari kebudayaan kita --terserah kita percaya atau tidak,'' tulis Berlitz. ''Ia menginspirasi karya klasik, mempengaruhi sejarah, bahkan menyumbang bagi penemuan dunia baru.''

Nama Atlantis muncul dalam dua dialog yang ditulis Plato pada abad ke-4 Sebelum Masehi (SM), Timaeus dan Critias. Dialog ini bercerita tentang kunjungan Solon ke Mesir. Di negeri itu Solon menemukan, para pendeta Mesir kuno di Sais pernah menulis catatan tentang keberadaan ''sebuah pulau benua di bawah Pilar-pilar Heracles'' --nama purba untuk Selat Gibraltar.

Negeri itu dideskripsikan sebagai jantung sebuah imperium yang besar dan menakjubkan. Penduduknya banyak, kota-kotanya beratapkan emas. Ia mempunyai armada besar pasukan tentara yang besar untuk melakukan penaklukan ke atas negeri lain. Lebih jauh Plato melukiskan, negeri itu lebih besar dari Libya dan Asia digabungkan jadi satu. Dan namanya adalah Atlantis.

Pulau Raksasa di Seberang Mediterania

MENURUT Plato, Atlantis tenggelam 9.000 tahun sebelum masanya. Jadi, sekitar 11.600 tahun yang silam. Di dalam Critias dinarasikan, gempa dan banjir yang kejam telah menenggelamkan benua itu hanya dalam sehari semalam. Tetapi, sejak awal ''tesis'' Plato sudah mengutubkan dua kelompok: yang percaya dan yang tidak percaya terhadap ''penemuan'' itu.

Aristotle, bekas murid Plato yang hidup pada 384-322 SM, tercatat sebagai salah seorang pertama yang tidak percaya pada gurunya sendiri. Anehnya, dia sendiri menulis tentang sebuah pulau besar di Samudra Atlantik, yang oleh orang-orang Cathaginia disebut ''Antilia''. Pada abad ke-4 SM, Krantor, murid Plato yang lain, malah mengaku menyaksikan sisa tiang peninggalan Atlantis.

Herodotus, ahli sejarah berkebangsaan Yunani yang hidup pada abad ke-5 SM, juga meninggalkan beberapa naskah rujukan yang menyebut keberadaan kota misteri di Samudra Atlantik. Walau tidak secara khusus menyebut Atlantis, Herodotus menyebut nama bangsa yang memiliki kesamaan bunyi dengan Atlantis, semisal ''Atarantes'' dan ''Atalantes''.

Sebagian penulis terkemuka masa silam, yang yakin terhadap kebenaran legenda benua hilang ini, enggan menyebut nama Atlantis. Alih-alih, mereka menyebut benua itu dengan nama Poseidonis. Nama ini diambil dari nama Poseidon, Dewa Laut dan penguasa Atlantis. Plutarch, penulis yang hidup pada 46-120 Masehi, juga menceritakan adanya benua semacam Atlantis. Ia menyebutnya ''Saturnia''.

Tapi, dari ribuan karya tertulis tentang Atlantis, ada satu yang harus disebut dalam setiap perbincangan tentang Atlantis, iaitu buku Atlantis--Myths of the Antediluvian World karya Ignatius Donnelly. Jika karya Plato, Timaeus dan Critias, memperkenalkan keberadaan Atlantis, buku karya Donnelly yang terbit pada 1882 ini boleh dikata memicu ''gerakan'' pencarian Atlantis.

Donnelly percaya, pada masa lalu di Samudra Atlantik, berseberangan dengan mulut Laut Medditeranian, sememangnya terdapat sebuah pulau raksasa. Menurut Donnelly, penerangan Plato tentang pulau ini sama sekali bukan dongeng, melainkan fakta yang harus dicungkil kebenarannya lewat pendekatan keilmuan. Pendekatan inilah yang membezakan buku Donnelly dengan karya tentang Atlantis yang ada sebelumnya.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment